Pesan

Semua Arsip Blog Adalah Untuk Umum Konten di dalam Blog dapat di jiplak dengan Izin Administrasi, Ucapkan Terima Kasih Bila konten Kami Membantu anda.

Kritik & Saran di Kolom Komentar

Apabila anda ingin memberikan info penting silahkan mengirimkan info tersebut ke Google+ kami.

Selasa, 31 Maret 2015

Story of My Life: Update & Share The Happiness!

Story of My Life: Update & Share The Happiness!: Berbagai kebahagiaan bisa beragam bentuknya. Salah satunya adalah update status di media sosial. Kira-kira bentuk updat e apa saja yang b...

Story of My Life: Utopia

Story of My Life: Utopia: Oleh: WindadeNuna Kamu selalu di sana. Di penghujung batas mataku dapat memandang. Kamu, antara ada dan tiada. Kamu nyata di tepian sana...

Jumat, 20 Maret 2015

Lyrics: Style Lyrics (Taylor Swift)

Midnight,
You come and pick me up, no headlights
A long drive,
Could end in burning flames or paradise
Fade into view, oh, it's been a while since I have even heard from you (heard from you)

I should just tell you to leave 'cause I
Know exactly where it leads but I
Watch us go 'round and 'round each time

You got that James Dean daydream look in your eye
And I got that red lip classic thing that you like
And when we go crashing down, we come back every time
'Cause we never go out of style
We never go out of style

You got that long hair, slicked back, white t-shirt
And I got that good girl faith and a tight little skirt
And when we go crashing down, we come back every time
'Cause we never go out of style
We never go out of style.

So it goes
He can't keep his wild eyes on the road
Takes me home
Lights are off, he's taking off his coat, hmm, yeah.
I say, "I heard, oh, that you've been out and about with some other girl, some other girl."

He says, "What you've heard is true but I
Can't stop thinking about you," and I...
I said, "I've been there, too, a few times."

'Cause you got that James Dean daydream look in your eye
And I got that red lip classic thing that you like
And when we go crashing down, we come back every time
'Cause we never go out of style
We never go out of style

You got that long hair, slicked back, white t-shirt
And I got that good girl faith and a tight little skirt (tight little skirt)
And when we go crashing down, we come back every time
'Cause we never go out of style
We never go out of style

Take me home
Just take me home, yeah.
Just take me home
(out of style)

You got that James Dean daydream look in your eye
And I got that red lip classic thing that you like
And when we go crashing down, we come back every time
'Cause we never go out of style
We never go out of style

Senin, 16 Maret 2015

Cerpen: Kupu-Kupu Ibu

AKU melihatnya. Aku melihat perempuan yang pernah kau ceritakan. Sepulang sekolah tadi, di dekat taman, aku melihat sepasang kupu-kupu berputar saling melingkar. Tapi mereka tak seperti kupu-kupu dalam ceritamu, Ayah. Mereka lebih cantik. Yang satu berwarna hitam dengan bintik biru bercahaya seperti mutiara. Yang lain bersayap putih jernih, sebening sepatu kaca Cinderella, dengan serat tipis kehijauan melintang di tepi sayapnya.

Aku takjub. Aku mengejarnya. Kupu-kupu itu masuk ke dalam taman, dan aku terus saja mengikutinya. Dan ternyata kedua kupu-kupu itu menghampiri seorang perempuan yang duduk di bangku yang agak terpisah dari bangku-bangku taman lainnya. Kupu-kupu itu asyik berputar-putar di atas kepala perempuan itu.

Aku tersadar. Itu perempuan yang Ayah ceritakan. Sebelum aku sempat membalikkan badan untuk meninggalkan taman itu, ia berbicara padaku. Aku tak menyangka. Tidak, Ayah. Ia tidak bisu seperti yang kau bilang. Dan katamu ia seorang yang menyeramkan, hingga aku membayangkan perempuan itu sebagai nenek penyihir. Ayah, perempuan itu sangat cantik. Sama cantiknya dengan kedua kupu-kupu itu.

Oya, dia baik juga. Ia memintaku duduk di sisinya. Menemaninya bermain dengan kupu-kupu itu. Dia mengajariku membelai sayap kupu-kupu. Kami bercerita tentang kesukaan kami masing-masing. Dan ternyata, selain menyenangi kupu-kupu, kami juga sama-sama menyukai es krim rasa vanila dengan taburan kacang almond, senang buah apel, dan tidur di antara banyak bantal dan boneka.

***

Kau ingat ceritaku, Ning? Tentang dua ekor kupu-kupu dan seorang perempuan yang jatuh cinta pada mereka? Ah, kurasa kau sudah lupa. Ketika pertama kali kuceritakan ini, kau masih kecil, belum juga TK. Bahkan aku masih ingat, kau memakai terusan jingga dengan hiasan pita merah melingkar di pinggang, bergambar kelinci putih yang mengedipkan matanya di bagian depan. Baju kesukaanmu saat itu. Kau berbaring di tempat tidur. Menatapku. Menunggu dongeng pengantar tidur. Ada segaris senyum tipis di wajah kanakmu yang hening. Sehening namamu, Ning.

Aku rindu menceritakannya lagi padamu. Sembari mengenang masa kecilmu yang penuh cekikik geli atau rengekan manja yang sering membuatku gemas. Anggap saja masa kecilmu tak sanggup mengingat dongeng itu. Dan sekarang, aku akan mengingatkannya kembali untukmu, Ning.

Setiap senja, Ning, di taman dekat sekolah, selalu ada seorang perempuan yang duduk di sudut taman. Ketika langit mulai berwarna jingga, ia hadir di taman itu dan selalu menunggu kedatangan dua ekor kupu-kupu cantik. Ya, keduanya cantik. Yang seekor bersayap hijau dengan serat-serat kecokelatan pada garis guratannya. Kira-kira seperti daging buah avokad yang matang. Dan yang seekor lagi bersayap biru, dengan sedikit bintik-bintik putih. Ya, mirip dengan motif tas tangan ibu di potret keluarga yang ada di ruang tamu. Tak ada yang tahu tentang apa yang dilakukannya bersama kedua kupu-kupu itu setiap senja. Lalu setelah langit kehilangan garis jingga terakhir, kedua kupu-kupu itu pun meninggalkan taman, sebelum malam membuat mata mereka jadi buta. Perempuan itu pun pergi. Berjalan gontai, dengan tundukan kepala yang dalam. Seolah ia ingin sekali melupakan seluruh hari yang pernah dijalaninya.

Orang-orang di sekitar sini tak ada yang mengenalnya. Tak ada yang tahu namanya. Tak ada yang mengerti ia berasal dari keluarga yang mana. Bahkan tak ada yang pernah berbicara dengannya. Walau hanya sekadar perbincangan basa-basi tanpa perkenalan. Orang-orang tak tahu di mana rumahnya. Kemudian setiap senja berakhir, ketika orang-orang mulai sibuk dengan menu makan malam dengan keluarganya masing-masing, perempuan itu seakan-akan menghilang. Tak ada jejak yang bisa menunjukkan keberadaannya.

Bagimu mungkin tak ada yang mengherankan. Seperti juga dirimu yang mencintai kupu-kupu. Semua berjalan seperti biasa tanpa ada kejadian yang berarti. Sampai kemudian tersiar kabar bila perempuan itu bisu. Karena sempat di suatu pengujung senja, saat perempuan itu meninggalkan taman, seseorang tak sengaja melihatnya lalu menyapanya. Tapi perempuan itu cuma mengangguk tersenyum, tanpa bicara apa-apa.

Lambat laun orang-orang mulai curiga dengan keberadaannya di taman. Orang-orang juga heran dengan keberadaan kedua kupu-kupu itu. Banyak yang menduga bila perempuan itu bisa berbicara dengan kupu-kupu. Hanya dengan kupu-kupu, Ning. Orang-orang pun mulai menyiarkan kabar bila perempuan itu memiliki ilmu hitam. Sejak itu pula orang-orang mulai menjauhinya. Tak ada yang mau datang ke taman dekat sekolah setiap senja. Orang-orang takut akan bertemu dengan perempuan itu bila datang ke sana. Itulah sebabnya, taman dekat sekolah selalu sunyi sebelum senja datang, sebelum langit mengguratkan cahaya jingga di tubuhnya.

Ning, ini bukanlah dongeng seperti yang biasanya kuceritakan sebelum kau tidur. Bukan cerita serupa Putri Rapunzel, Cinderella, Putri dan Biji Kapri, Tiga Babi Kecil, atau cerita Serigala yang Jahat. Tapi ini benar-benar ada. Perempuan itu betul-betul datang setiap senja ke taman dekat sekolah. Ayah sengaja menceritakan ini agar kau tak datang ke taman ketika kau pulang sekolah saat senja.

***

Ning, mengapa kau kemari lagi? Segeralah pulang. Ayahmu akan curiga bila kau selalu pulang terlambat dari sekolah. Kau pun pasti telah mendengar dari orang-orang tentangku. Aku memang kesepian. Gunjingan orang-orang membuatku disingkirkan. Tapi, janganlah kau terlampau sering datang menemuiku. Apalagi bila hanya ingin bermain dengan kupu-kupu yang sering menemaniku. Atau sekadar ingin membawakan aku es krim atau buah apel. Kau bisa bermain dengan kupu-kupu lain yang mungkin lebih cantik dari kedua kupu-kupu di taman ini. Kau juga bisa makan es krim dengan ayahmu. Sedangkan aku sudah terbiasa hidup dalam kesendirian. Setidaknya aku masih bisa menemukan sedikit keributan di taman ini setiap senja. Mendengar kepak sayap burung-burung yang pulang ke sarang, riuh pepohonan menyambut malam yang membawakan selimut tidurnya, bising binatang malam yang bersiap keluar sarang bila malam tiba. Tonggeret, kodok, jangkrik. Jujur saja, aku lebih suka sendiri. Aku tak mau merepotkanmu. Karena suatu saat kau mungkin akan menemui kesulitan hanya karena keberadaanku.

Aku yakin, Ning, suatu saat kau akan menemukan kupu-kupu yang kau sukai. Yang akan selalu menemanimu. Meski ia harus mengalami kelahiran berulang kali sebagai kupu-kupu, untuk menemanimu. Ning, aku tak ingin orang-orang akan ikut bergunjing tentangmu, hanya karena kau menemuiku di sini. Aku tak mau orang-orang menjauhimu, bila mereka tahu kau pernah datang mengunjungiku. Bahkan teman-teman sekolahmu mungkin tak mau lagi berbicara denganmu. Pulanglah, Ning. Aku juga harus bergegas pulang. Matahari telah tampak uzur hari ini. Sudah tiba waktunya bagi kedua kupu-kupu ini untuk tidur.

***

Ayah, senja tadi aku tak melihat kedua kupu-kupu itu di taman. Mungkin mereka sedang tidur. Mungkin mereka tanpa sadar sudah menanggalkan sayapnya, menanggalkan ruhnya, menjadi telur-telur cantik yang akan menetas jadi ulat-ulat cantik warna-warni dan gemuk, dan sebentar lagi bersemayam dalam kepompong putih yang rapuh lalu menjadi kupu-kupu baru yang lebih cantik.

Ayah, aku juga tak melihat perempuan itu. Tak ada seorang pun di taman senja tadi. Aku sudah berkeliling mencarinya. Padahal, aku sudah membeli sebatang cokelat putih untuk kami nikmati bersama-sama. Ayah, apa perempuan itu marah padaku? Apa perempuan itu kesal karena aku sering mengunjunginya? Apa kunjunganku membuat perempuan itu terganggu? Kalau ia memang marah, aku tak mengerti sebabnya. Dia tak pernah marah padaku. Selalu tersenyum bila aku datang, mencium keningku setiap kami berpisah di pertigaan dekat taman ketika kami pulang bersama sehabis senja. Perempuan itu tak pernah mengatakan bila ia terganggu dengan keberadaanku.

Memang perempuan itu pernah melarangku untuk datang menemuinya. Perempuan itu mengatakan bila ia lebih suka sendiri. Tapi aku tak percaya padanya. Aku yakin bila ia tak mau menemuiku karena sebab lain. Karena biasanya wajah perempuan itu selalu tampak riang menyambut kedatanganku. Bila aku berlari menghampirinya, tangannya akan terentang lebar ingin memelukku. Aku tahu ia selalu menunggu kedatanganku.

Ayah, aku rindu pada kedua kupu-kupu itu. Aku juga ingin bertemu dengan perempuan itu. Kuharap kau tidak marah bila aku sering menemuinya. Aku sangat senang bermain dengan mereka. Jauh lebih menyenangkan dibandingkan bermain lompat tali dengan teman-teman. Ayah, apa kau betul-betul tak mengenal perempuan itu? Apa kau benar-benar tak tahu di mana ia tinggal? Kumohon, antarkan aku ke sana.

***

Ning, lihatlah halaman rumah kita, penuh dengan kupu-kupu mungil warna-warni yang cantik. Sayap mereka berkilauan. Tapi ada tiga kupu-kupu yang lebih besar. Lihatlah, yang dua ekor itu seperti yang kau temui di taman bukan? Dan yang paling besar adalah kupu-kupu yang tercantik dari seluruh kupu-kupu itu. Aku pun baru kali ini melihat kupu-kupu seindah itu, Ning. Warna ungu dan hijau di sayapnya berpadu sangat serasi. Caranya mengepakkan sayap dengan pelan dan lembut. Sangat anggun, seperti ibumu.

Lihat, matamu sampai berkaca-kaca melihatnya. Kau senang bukan, sekarang kau memiliki banyak sekali kupu-kupu yang indah. Kau rindu pada kupu-kupu, kan? Bermainlah bersama mereka, Ning. Aku yakin mereka pun akan senang bermain denganmu.

***

Tidak. Aku tak ingin bermain bersama mereka. Lihatlah kupu-kupu yang paling besar itu. Kupu-kupu itu memang yang paling cantik. Tapi, warnanya persis sama dengan warna gaun perempuan itu ketika terakhir kali aku menemuinya. Perempuan itu, Ayah. Aku tak mau ia berubah menjadi kupu-kupu hanya untuk menemaniku. Biar saja kupu-kupu lainnya meninggalkanku, asalkan perempuan itu tetap ada untukku. Aku tak ingin bermain dengan kupu-kupu. Aku ingin perempuan itu, Ayah. Hanya perempuan itu. Aku hanya ingin ibuku.

Yogyakarta, 2006

Rabu, 11 Maret 2015

Teks Resensi : Persahabatan yang Terlarang dalam Cerpen Kupu-Kupu Ibu




Judul                           :           Kupu-Kupu Ibu
Penulis                         :           Komang Ira Puspitaningsih
Penerbit                       :           Media Indonesia
Tanggal Terbit             :           26 November 2006
Tempat Terbit              :           Yogyakarta

Kupu-Kupu Ibu adalah cerpen yang dikarang oleh Komang Ira Puspitaningsih, yang diterbitkan pada 26 November 2006, melalui Media Indonesia di Yogyakarta. Komang Ira Puspitaningsih adalah penulis wanita asal Yogyakarta yang lahir pada 31 Mei 1986. Penulis wanita ini menganut agama Hindu. Dia adalah penulis muda yang. terkenal. Karyanya adalah karya emas di Indonesia.
Komang Ira Puspitaningsih telah mengarang berbagai puisi dan cerpen. Contoh puisi-puisi karangannya ialah Gandum-Gandum Ranum, Kau Bukan Perawan Suci yang Tersedu, Kerikil Berjatuhan dari Langit, Puisi dan bermacam-macam puisi lainnya. Salah satu cerpen karangannya yang terkenal ialah Kupu-Kupu Ibu.
Cerpen Kupu-Kupu Ibu menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Ning yang di besarkan oleh ayahnya tanpa sosok seorang ibu. Pada awal cerpen, sang Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Orang pertamanya adalah Ning. Pada suatu hari ia mengejar dua ekor Kupu-kupu yang indah hingga bertemu seorang perempuan yang sedang duduk di sebuah taman. Perempuan itu adalah perempuan yang pernah di ceritakan oleh ayahnya. Tetapi, perempuan itu tidak seperti apa yang di ceritakan ayahnya. Ayahnya menceritakan bahwa perempuan itu adalah perempuan bisu dan seperti penyihir. Namun, pada kenyataannya perempuan itu adalah perempuan yang cantik dan baik.
Pada bagian selanjutnya, sang Penulis masih menggunakan sudut pandang orang pertama tetapi mengganti orang pertamanya menjadi Ayah. Setelah Ning bertemu Perempuan itu, ia pulang menceritakan kejadian itu kepada Ayahnya. Setelah mendengar yang diceritakan anaknya, Ayah Ning memberi alasan mengapa ia berkata bahwa Perempuan misterius itu adalah Perempuan yang bisu dan seperti penyihir. Ayahnya berkata bahwa setiap senja Perempuan itu selalu duduk ditaman. Ketika langit mulai berwarna jingga ia hadir ditaman itu dengan dua ekor kupu-kupu yang cantik. Saat hari mulai malam Perempuan itu pergi dari taman berjalan gontai dengan tundukan kepala yang dalam seakan-akan ia ingin melupakan seluruh hari yang ia jalani. Orang-orang banyak menyebutnya bisu karena ia tidak pernah bicara kepada seorangpun di taman itu, hanya mengangguk tersenyum. Lambat laun orang-orang mulai berfikir bahwa ia memiliki ilmu hitam dan orang-orang mulai menjauhinya. Lalu Ayahnya berkata bahwa itu ia sengaja menceritakan itu ke Ning agar ia tidak pergi ke taman dekat sekolah setiap senja.
Lalu, sang Penulis mengganti orang pertama menjadi si Perempuan misterius. Ternyata Ning kembali menemui perempuan tersebut,di keesokan harinya setelah pulang sekolah. Perempuan itu pun memerintahkan Ning untuk pulang agar tidak di marahi oleh ayahnya. Perempuan itu berkata bahwa dia hanya ingin bermain dengan kupu-kupu yang sering menemaninya dan ia juga berkata bahwa Ning bisa bermain dengan Kupu-kupu lain yang lebih cantik dari Kupu-kupu di taman itu. Perempuan itu tidak mau Ning dijauhi oleh orang-orang karena pernah mengunjunginya.
Pada bagian berikutnya, sang Penulis mengganti orang pertama menjadi Ning. Pada hari selanjutnya, ia pergi ke taman itu lagi untuk menemui perempuan tersebut,namun perempuan itu tidak ada di sana. Ia pulang dan menceritakan ke ayahnya. Ning takut kalau Perempuan itu marah kepadanya. Namun, Ning yakin Perempuan itu tidak mau bertemu dengannya karena alasan yang lain. Ia juga meminta ayahnya untuk mengantarkannya ke taman itu karena ia merindukan Perempuan itu dan kedua Kupu-kupu yang selalu menemaninya.
Pada bagian selanjutnya, sang Penulis lagi-lagi mengganti orang pertama dengan sang Ayah. Ayah Ning berkata bahwa Ning tidak perlu ke taman untuk melihat Kupu-kupu yang cantik karena di rumah Ning banyak juga Kupu-kupu cantik yang datang. Ayahnya menyuruh Ning untuk bermain Kupu-kupu yang ada di rumah nya saja. Pada bagian terakhir sang Penulis mengganti orang pertama untuk terakhir kalinya. Ning berkata pada ayahnya bahwa ia tidak ingin bermain Kupu-kupu lain, ia hanya ingin main dengan permpuan itu,ia hanya ingin ibunya.
Kelebihan cerpen ini adalah kemampuan penulis untuk membuat cerita dengan menggunakan bahasa sastra sehingga menarik untuk di baca tetapi cerita ini memiliki banyak kekurangan yaitu terletak pada bahasa sastra dan bahasa baku yang digunakan apabila yang membaca anak-anak dan orang awam akan bingung dengan cerpen yang  diceritakan. Cerita ini mengisahkan seorang anak yang rindu kepada sosok ibu yang telah tiada, ia bertemu dengan seorang perempuan di taman tetapi perempuan itu tidak diceritakan secara jelas dan dengan bahasa yang sulit dimengerti sehingga tidak diketahui jelas siapa perempuan itu. Selain itu cerita ini diceritakan dalam tiga sudut pandang dengan orang yang berbeda yaitu Ning, Ayah, dan Perempuan ditaman. Karena penggantian sudut pandang itulah cerita ini semakin membuat pembacanya kebingungan. Lalu, cerpen ini tidak memiliki resolusi atau penyelesaian masalah yang membuat pembaca menjadi penasaran.
Tidak seperti cerpen lainnya, cerpen Kupu-Kupu Ibu sangatlah berbeda. Cerpen ini lebih panjang, sering berganti orang pertama dalam sudut pandangnya yang membuat alurnya menjadi berantakan, serta cerpen ini tidak memiliki penyelesaian masalah atau resolusi seperti kebanyakan cerpen lainnya. Pada 3 paragraf terakhir, cerpen ini berkesan seperti sebuah percakapan yang panjang.
Walaupun cerpen ini susah dimengerti oleh sebagian orang, untuk orang mengerti pasti akan mendapatkan pesan di cerpen ini, yaitu pertemanan terkadang tidak melihat seberapa buruk orang itu di mata orang lain. Pertemanan antara Ning dan Perempuan misterius itu bisa dicontoh, walaupun pada akhirnya mereka berpisah.

Pengelompokkan Struktur Teks
Struktur
Kalimat
Orientasi
Kupu-Kupu Ibu adalah cerpen yang dikarang oleh Komang Ira Puspitaningsih, yang diterbitkan pada 26 November 2006, melalui Media Indonesia di Yogyakarta. Komang Ira Puspitaningsih adalah penulis wanita asal Yogyakarta yang lahir pada 31 Mei 1986. Penulis wanita ini menganut agama Hindu. Dia adalah penulis muda yang. terkenal. Karyanya adalah karya emas di Indonesia.

Komang Ira Puspitaningsih telah mengarang berbagai puisi dan cerpen. Contoh puisi-puisi karangannya ialah Gandum-Gandum Ranum, Kau Bukan Perawan Suci yang Tersedu, Kerikil Berjatuhan dari Langit, Puisi dan bermacam-macam puisi lainnya. Salah satu cerpen karangannya yang terkenal ialah Kupu-Kupu Ibu.
Tafsiran
Cerpen Kupu-Kupu Ibu menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Ning yang di besarkan oleh ayahnya tanpa sosok seorang ibu. Pada awal cerpen, sang Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Orang pertamanya adalah Ning. Pada suatu hari ia mengejar dua ekor Kupu-kupu yang indah hingga bertemu seorang perempuan yang sedang duduk di sebuah taman. Perempuan itu adalah perempuan yang pernah di ceritakan oleh ayahnya. Tetapi, perempuan itu tidak seperti apa yang di ceritakan ayahnya. Ayahnya menceritakan bahwa perempuan itu adalah perempuan bisu dan seperti penyihir. Namun, pada kenyataannya perempuan itu adalah perempuan yang cantik dan baik.

Pada bagian selanjutnya, sang Penulis masih menggunakan sudut pandang orang pertama tetapi mengganti orang pertamanya menjadi Ayah. Setelah Ning bertemu Perempuan itu, ia pulang menceritakan kejadian itu kepada Ayahnya. Setelah mendengar yang diceritakan anaknya, Ayah Ning memberi alasan mengapa ia berkata bahwa Perempuan misterius itu adalah Perempuan yang bisu dan seperti penyihir. Ayahnya berkata bahwa setiap senja Perempuan itu selalu duduk ditaman. Ketika langit mulai berwarna jingga ia hadir ditaman itu dengan dua ekor kupu-kupu yang cantik. Saat hari mulai malam Perempuan itu pergi dari taman berjalan gontai dengan tundukan kepala yang dalam seakan-akan ia ingin melupakan seluruh hari yang ia jalani. Orang-orang banyak menyebutnya bisu karena ia tidak pernah bicara kepada seorangpun di taman itu, hanya mengangguk tersenyum. Lambat laun orang-orang mulai berfikir bahwa ia memiliki ilmu hitam dan orang-orang mulai menjauhinya. Lalu Ayahnya berkata bahwa itu ia sengaja menceritakan itu ke Ning agar ia tidak pergi ke taman dekat sekolah setiap senja.

Lalu, sang Penulis mengganti orang pertama menjadi si Perempuan misterius. Ternyata Ning kembali menemui perempuan tersebut,di keesokan harinya setelah pulang sekolah. Perempuan itu pun memerintahkan Ning untuk pulang agar tidak di marahi oleh ayahnya. Perempuan itu berkata bahwa dia hanya ingin bermain dengan kupu-kupu yang sering menemaninya dan ia juga berkata bahwa Ning bisa bermain dengan Kupu-kupu lain yang lebih cantik dari Kupu-kupu di taman itu. Perempuan itu tidak mau Ning dijauhi oleh orang-orang karena pernah mengunjunginya.

Pada bagian berikutnya, sang Penulis mengganti orang pertama menjadi Ning. Pada hari selanjutnya, ia pergi ke taman itu lagi untuk menemui perempuan tersebut,namun perempuan itu tidak ada di sana. Ia pulang dan menceritakan ke ayahnya. Ning takut kalau Perempuan itu marah kepadanya. Namun, Ning yakin Perempuan itu tidak mau bertemu dengannya karena alasan yang lain. Ia juga meminta ayahnya untuk mengantarkannya ke taman itu karena ia merindukan Perempuan itu dan kedua Kupu-kupu yang selalu menemaninya.

Pada bagian selanjutnya, sang Penulis lagi-lagi mengganti orang pertama dengan sang Ayah. Ayah Ning berkata bahwa Ning tidak perlu ke taman untuk melihat Kupu-kupu yang cantik karena di rumah Ning banyak juga Kupu-kupu cantik yang datang. Ayahnya menyuruh Ning untuk bermain Kupu-kupu yang ada di rumah nya saja. Pada bagian terakhir sang Penulis mengganti orang pertama untuk terakhir kalinya. Ning berkata pada ayahnya bahwa ia tidak ingin bermain Kupu-kupu lain, ia hanya ingin main dengan permpuan itu, ia hanya ingin ibunya.

Kelebihan cerpen ini adalah kemampuan penulis untuk membuat cerita dengan menggunakan bahasa sastra sehingga menarik untuk di baca tetapi cerita ini memiliki banyak kekurangan yaitu terletak pada bahasa sastra dan bahasa baku yang digunakan apabila yang membaca anak-anak dan orang awam akan bingung dengan cerpen yang  diceritakan. Cerita ini mengisahkan seorang anak yang rindu kepada sosok ibu yang telah tiada, ia bertemu dengan seorang perempuan di taman tetapi perempuan itu tidak diceritakan secara jelas dan dengan bahasa yang sulit dimengerti sehingga tidak diketahui jelas siapa perempuan itu. Selain itu cerita ini diceritakan dalam tiga sudut pandang dengan orang yang berbeda yaitu Ning, Ayah, dan Perempuan ditaman. Karena penggantian sudut pandang itulah cerita ini semakin membuat pembacanya kebingungan. Lalu, cerpen ini tidak memiliki resolusi atau penyelesaian masalah yang membuat pembaca menjadi penasaran.
Evaluasi
Tidak seperti cerpen lainnya, cerpen Kupu-Kupu Ibu sangatlah berbeda. Cerpen ini lebih panjang, sering berganti orang pertama dalam sudut pandangnya yang membuat alurnya menjadi berantakan, serta cerpen ini tidak memiliki penyelesaian masalah atau resolusi seperti kebanyakan cerpen lainnya. Pada 3 paragraf terakhir, cerpen ini berkesan seperti sebuah percakapan yang panjang.
Rangkuman
Walaupun cerpen ini susah dimengerti oleh sebagian orang, untuk orang mengerti pasti akan mendapatkan pesan di cerpen ini, yaitu pertemanan terkadang tidak melihat seberapa buruk orang itu di mata orang lain. Pertemanan antara Ning dan Perempuan misterius itu bisa dicontoh, walaupun pada akhirnya mereka berpisah.



Senin, 09 Maret 2015

Teks Resensi : Semangat Hidup dalam Novel Surat Kecil untuk Tuhan


Semangat Hidup dalam Novel Surat Kecil untuk Tuhan

Judul               :           Surat Kecil untuk Tuhan
Penulis             :           Agnes Davonar
Penerbit           :           AD Publisher
Cetakan           :           28 September 2012
Tebal               :           x + 231 halaman

Surat Kecil untuk Tuhan adalah novel best-seller karya Agnes Davonar. Agnes Davonar adalah seorang penulis novel best-seller yang mengawali kariernya melalui situs blogger, yang menghasilkan beberapa novel cerpen yang berhasil memikat pembacanya. Beberapa contoh novel best-seller karyanya ialah Misteri Kematian Gaby dan Lagunya (2008), Surat Kecil untuk Tuhan (2008), My Blackberry Girlfriend (2010) dan Ayah Mengapa Aku Berbeda? (2011). Keempat novel best-seller diatas, telah diadaptasi ke layar lebar. Selain itu, novel karyanya juga ada yang telah diterbitkan di Taiwan.
Surat Kecil untuk Tuhan menceritakan kehidupan Gita Sesa Wanda Cantika atau yang dikenal dengan nama panggilan Keke, seorang gadis remaja berusia 13 tahun, karena lahir dari keluarga yang sangat berada, memiliki dua kakak laki-laki, orang tua yang sangat menyayanginya walaupun sudah bercerai, dan juga Pak Yus, ajudan sang ayah. Selain itu Keke juga memiliki enam sahabat yang selalu setia menemaninya dan hidupnya pun semakin lengkap dengan seorang kekasih yang sangat menyayanginya, yaitu Andy.
Semuanya tampak begitu sempurna. Pada tahun 2003, kanker menghinggapinya. Keke divonis mengidap Rhabdomyosarcoma (kanker jaringan lunak), dan ia adalah orang pertama yang mengidap kanker itu di Indonesia. Metode pengobatan kanker ini belum ditemukan, kecuali dioperasi. Walaupun dioperasi Keke harus merelakan setengah dari wajahnya diangkat. Sang Ayah pun lebih memilih kemoterapi karena tidak akan membuat anaknya cacat. Keke pun terpaksa harus menjalani kemoterapi dan radiasi hampir setahun lamanya. Akibatnya, rambut Keke sedikit demi sedikit mulai rontok, kulitnya mengering, dan sering mual-mual. Tetapi ketekunan Keke dan keluarganya membuahkan hasil. Keke dinyatakan sembuh dan bisa kembali menjalankan aktivitas seperti sedia kala.
Tak disangka, enam bulan kemudian, kanker itu kembali, lebih parah dan mematikan. Ayah Keke tidak pernah sekali pun menyerah untuk menyembuhkan anaknya. Terbukti bahwa ia sanggup ke pedalaman hingga ke luar negeri, hanya untuk menyembuhkan Keke. Meskipun ratusan dokter memprediksi bahwa hidup Keke tidak akan lebih dari tiga bulan, Keke berhasil bertahan untuk lebih dari setahun. Meskipun pada akhirnya Keke harus menerima bahwa ia tidak dapat disembuhkan karena kanker itu sudah terlalu menyebar. Keke meninggal dunia pada tanggal 25 Desember 2006.
Rangkaian cerita dalam novel ini sangat baik dan menarik, karena cerita dari awal sampai akhir diberikan kemasan yang apik dan rapi, alurnya sangat beraturan dan konflik yang ditonjolkan sangat mengena kepada pembacanya. Novel ini telah terjual hingga 20.000 eksamplar.
            Sangat dianjurkan untuk membaca novel ini bagi yang belum membacanya karena ceritanya cukup menyentuh dan dapat dipastikan pembaca akan meneteskan air matanya, jika menghayati cerita dari para tokoh dalam novel tersebut. Terutama tokoh utama yang pantang menyerah menghadapi kankernya yang ganas dan selalu menyerahkan hidupnya pada Tuhan. Selain itu terdapat berbagai tokoh pendukung yaitu sosok ayah dan ibu yang selalu tegar menghadapi putrinya, kedua kakak yang selalu mendampingi ayah dan adiknya, kekasihnya yang tetap setia dan menerima Keke apa adanya, dan para sahabat Keke yang selalu setia menemaninya untuk memberikan semangat agar Keke tetap tegar.
`           Saat diadaptasi ke layar lebar, cerita dalam novel ini cukup memikat para penontonnya. Film ini sangat memberikan inspirasi untuk penontonnya. Novel dan versi filmnya mendapat penghargaan berupa novel dan film best-seller tahun 2011. Selain itu, filmnya telah meraih nominasi dari berbagai penghargaan, termasuk pada Festival Film Indonesia tahun 2012 untuk Aktris (Dinda Hauw) dan Aktor (Alex Komang) terbaik.
Cerita dalam novel ini yang menyentuh, sangat membangkitkan rasa kemanusiaan dan mampu mengeksplorasi arti dari sebuah perjuangan hidup. Selain itu, novel ini juga menginspirasi kita untuk pantang menyerah dalam menjalani cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan untuk selalu berserah diri kepadaNya. Novel ini telah ditanggapi dengan baik oleh tokoh-tokoh berkelas seperti Andy F. Noya.








Pembagian Struktur Teks
Struktur
Kalimat
Orientasi
Surat Kecil untuk Tuhan adalah novel best-seller karya Agnes Davonar. Agnes Davonar adalah seorang penulis novel best-seller yang mengawali kariernya melalui situs blogger, yang menghasilkan beberapa novel cerpen yang berhasil memikat pembacanya. Beberapa contoh novel best-seller karyanya ialah Misteri Kematian Gaby dan Lagunya (2008), Surat Kecil untuk Tuhan (2008), My Blackberry Girlfriend (2010) dan Ayah Mengapa Aku Berbeda? (2011). Keempat novel best-seller diatas, telah diadaptasi ke layar lebar. Selain itu, novel karyanya juga ada yang telah diterbitkan di Taiwan.
Tafsiran
Surat Kecil untuk Tuhan menceritakan kehidupan Gita Sesa Wanda Cantika atau yang dikenal dengan nama panggilan Keke, seorang gadis remaja berusia 13 tahun, karena lahir dari keluarga yang sangat berada, memiliki dua kakak laki-laki, orang tua yang sangat menyayanginya walaupun sudah bercerai, dan juga Pak Yus, ajudan sang ayah. Selain itu Keke juga memiliki enam sahabat yang selalu setia menemaninya dan hidupnya pun semakin lengkap dengan seorang kekasih yang sangat menyayanginya, yaitu Andy.

Semuanya tampak begitu sempurna. Pada tahun 2003, kanker menghinggapinya. Keke divonis mengidap Rhabdomyosarcoma (kanker jaringan lunak), dan ia adalah orang pertama yang mengidap kanker itu di Indonesia. Metode pengobatan kanker ini belum ditemukan, kecuali dioperasi. Walaupun dioperasi Keke harus merelakan setengah dari wajahnya diangkat. Sang Ayah pun lebih memilih kemoterapi karena tidak akan membuat anaknya cacat. Keke pun terpaksa harus menjalani kemoterapi dan radiasi hampir setahun lamanya. Akibatnya, rambut Keke sedikit demi sedikit mulai rontok, kulitnya mengering, dan sering mual-mual. Tetapi ketekunan Keke dan keluarganya membuahkan hasil. Keke dinyatakan sembuh dan bisa kembali menjalankan aktivitas seperti sedia kala.

Tak disangka, enam bulan kemudian, kanker itu kembali, lebih parah dan mematikan. Ayah Keke tidak pernah sekali pun menyerah untuk menyembuhkan anaknya. Terbukti bahwa ia sanggup ke pedalaman hingga ke luar negeri, hanya untuk menyembuhkan Keke. Meskipun ratusan dokter memprediksi bahwa hidup Keke tidak akan lebih dari tiga bulan, Keke berhasil bertahan untuk lebih dari setahun. Meskipun pada akhirnya Keke harus menerima bahwa ia tidak dapat disembuhkan karena kanker itu sudah terlalu menyebar. Keke meninggal dunia pada tanggal 25 Desember 2006.
Evaluasi
Rangkaian cerita dalam novel ini sangat baik dan menarik, karena cerita dari awal sampai akhir diberikan kemasan yang apik dan rapi, alurnya sangat beraturan dan konflik yang ditonjolkan sangat mengena kepada pembacanya. Novel ini telah terjual hingga 20.000 eksamplar.

Sangat dianjurkan untuk membaca novel ini bagi yang belum membacanya karena ceritanya cukup menyentuh dan dapat dipastikan pembaca akan meneteskan air matanya, jika menghayati cerita dari para tokoh dalam novel tersebut. Terutama tokoh utama yang pantang menyerah menghadapi kankernya yang ganas dan selalu menyerahkan hidupnya pada Tuhan. Selain itu terdapat berbagai tokoh pendukung yaitu sosok ayah dan ibu yang selalu tegar menghadapi putrinya, kedua kakak yang selalu mendampingi ayah dan adiknya, kekasihnya yang tetap setia dan menerima Keke apa adanya, dan para sahabat Keke yang selalu setia menemaninya untuk memberikan semangat agar Keke tetap tegar.

Saat diadaptasi ke layar lebar, cerita dalam novel ini cukup memikat para penontonnya. Film ini sangat memberikan inspirasi untuk penontonnya. Novel dan versi filmnya mendapat penghargaan berupa novel dan film best-seller tahun 2011. Selain itu, filmnya telah meraih nominasi dari berbagai penghargaan, termasuk pada Festival Film Indonesia tahun 2012 untuk Aktris (Dinda Hauw) dan Aktor (Alex Komang) terbaik.
Rangkuman
Cerita dalam novel ini yang menyentuh, sangat membangkitkan rasa kemanusiaan dan mampu mengeksplorasi arti dari sebuah perjuangan hidup. Selain itu, novel ini juga menginspirasi kita untuk pantang menyerah dalam menjalani cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan untuk selalu berserah diri kepadaNya. Novel ini telah ditanggapi dengan baik oleh tokoh-tokoh berkelas seperti Andy F. Noya.